• Jelajahi

    Copyright © Tintahukum
    Best Viral Premium Blogger Templates

    Iklan

     


     


     


    Identitas Pesarean Mbah Singo Yudho Syekh Abdurrahman Suryo Negoro Disempurnakan

    Senin, 08 Mei 2023, Mei 08, 2023 WIB Last Updated 2023-05-09T06:32:02Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

     Identitas Pesarean Mbah Singo Yudho Syekh Abdurrahman Suryo Negoro Disempurnakan



    Jatim- Keluarga Besar Bani Singo Yudho (Syekh Abdurrahman Suryo Negoro) melakukan perbaikan berupa penyempurnaan terhadap identitas nama dan letak Pesarean (Makam) Mbah Singo Yudho, pada 08 Mei 2023.


    Penyempurnaan dilakukan sebab sebelumnya terdapat dua identitas Makam yang bernama Hj. Singo Yudho, kemudian Nyai Hj. Singo Yudho dan satu makam Hj.Aminah, sementara itu makam Mbah Singo Yudho tidak diberi nama (disamarkan).


    Adapun penyempurnaan identitas Makam Mbah Singo Yudho yang terletak diarea pemakaman kuno Sanggrahan Desa Wandanpuro Kecamatan Bululawang Kabupaten Malang dilakukan bersama Keluarga Besar Bani Singo Yudho, yaitu;


    Pemimpin Kasepuhan Luhur Kedaton MH Imam Ghozali bin Kyai Asdadin Hasan Bardi (Istri: Anik Choiriyah Singo Yudho) bin Sunaryo Singo Yudho (Istri: RA.Susiati binti Raden Ngabehi Rono Sudirjo) bin Sumo Kajin ( Istri: Muntiara Singo Yudho) bin H. Bachri (Istri: Hj.Maimunah Singo Yudho) bin Singo Yudho- Syekh Abdurrahman Suryo Negoro (Istri: Hj.Aminah).


    Kemudian keluarga lain dari Kampung Kaji yang ikut adalah Abidin silsilah dari H.Murtadho Singo Yudho dan Burhanuddin Anis silsilah dari H.Murtadho Singo Yudho.


    "Untuk dilakukan pemberian identitas nama serta letak makam Mbah Singo Yudho secara jelas, sebelumnya sudah kami sampaikan langsung kepada Para Sesepuh Bani Singo Yudho saat Halal bihalal bani Singo Yudho tahun 2021," ujar MH Imam Ghozali.(08/05/'23).


    "Namun baru hari ini, kami punya kesempatan untuk melaksanakan penyempurnaan identitas nama dan letak makam Mbah Singo Yudho," tandasnya.


    MH Imam Ghozali menjabarkan, sebagai keluarga Bani Singo Yudho yang tinggal di ujung pulau Jawa (Banyuwangi) mengatakan, tujuan memperjelas nama dan letak makam Mbah Singo Yudho tidak lebih dari bentuk penghormatan dan hikmat atas Perjuangan Mbah Singo Yudho (Syekh Abdurrahman Suryo Negoro) dalam perjuangannya melawan penjajah Hindia Belanda bersama Raja Jawa Sultan Abdul Hamid Herucokro Amirulmukminin Sayidin Panatagama Khalifatullah Ing Tanah Jawi (Pangeran Diponegoro).


    "Terlebih pemberian identitas nama dan letak makam Mbah Singo Yudho merupakan penyempurnaan dari pembugaran makam yang dahulunya dilakukan para sesepuh dan nantinya kita berharap dapat mempermudah Keluarga besar Bani Singo Yudho saat hendak berziarah," tandasnya.


    Sehingga menurutnya, pemberian identitas nama di makam Mbah Singo Yudho sekaligus bisa difahami sebagai adab dan untuk menjadi pangeling-eling atau pengingat ghirah perjuangannya Mbah Singo Yudho dalam mensyiarkan Agama Islam di Kabupaten Malang yang kala itu Mbah Singo Yudho juga mendirikan Pesanggrahan untuk Santri dan Para Pejuang melawan penjajah Hindia Belanda.


    Seperti ungkapan, "Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah". kata MH Imam Ghozali mengutip pernyataan Bung Karno pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 1966.


    "Sebagaimana kita ketahui, Perang Jawa atau perang Besar Jawa melawan penjajah Hindia Belanda terjadi selama kurun waktu tahun 1825-1830," ucap MH Imam Ghozali.


    Selain itu MH Imam Ghozali menegaskan penyempurnaan identitas nama dan letak makam sangat penting didasarkan pada dalil berikut ini:


    ﺇﻥ ﺍﻟﺘﺴﻤﻴﺔ ﻟﻤﺎ ﻛﺎﻧﺖ ﺣﻘﻴﻘﺘﻬﺎ ﺗﻌﺮﻳﻒ ﺍﻟﺸﻲﺀ ﺍﻟﻤﺴﻤﻰ ﻷﻧﻪ ﺇﺫﺍ ﻭﺟﺪ ﻭﻫﻮ ﻣﺠﻬﻮﻝ ﺍﻻﺳﻢ ﻟﻢ


    “Sesungguhnya pemberian nama pada hakikatnya berfungsi untuk menunjukkan definisi/identitas penyandang nama (yang diberi nama), karena jika ia didapati tanpa diketahui (tanpa nama), maka ia tidak bisa dikenali.” [Tuhfatul Maudud hal. 61, Dar Kutub Al-‘Ilmiyyah].


    وَمَحلُّ كَرَاهَةِ الْكِتَابَةِ عَلَى الْقَبْرِ مَا لَمْ يُحْتَجْ إلَيْهَا، وَإِلَّا بِأَنْ اُحْتِيجَ إلَى كِتَابَةِ اسْمِهِ وَنَسَبِهِ لِيُعْرَفَ فَيُزَارَ فَلَا يُكْرَهُ بِشَرْطِ الِاقْتِصَارِ عَلَى قَدْرِ الْحَاجَةِ


    “Letak kemakruhan membuat tulisan di atas kubur adalah karena ketiadaan hajat. Tetapi kalau misalnya ada hajat tertentu untuk menuliskan nama jenazah berikut nasabnya agar dapat dikenali lalu diziarahi suatu hari kelak, maka tidak makruh dengan syarat sebatas hajat tersebut,” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 567).


    لَا سِيَّمَا قُبُورُ الْأَوْلِيَاءِ وَالْعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِينَ فَإِنَّهَا لَا تُعْرَفُ إلَّا بِذَلِكَ عِنْدَ تَطَاوُلِ السِّنِينَ. ا هـ


    “Terlebih lagi makam para wali, ulama, dan orang-orang saleh karena makam mereka takkan dapat diidentifikasi tanpa penanda melalui tulisan nama mereka dalam jangka waktu panjang tahunan,” (Lihat Al-Bujairimi, Tuhfatul Habib alal Khatib, [Beirut, Darul Kutub Al-Ilmiyyah: 1996 M/1417 H], cetakan pertama, juz II, halaman 567).


    Desi Dwan/***

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini