BREAKING NEWS

 


REFORMASI SEKTOR KEAMANAN PADA TUBUH POLRI

 


Medan, tintahukum.com - 18 September 2025, Pasca reformasi semangat dalam reformasi sektor keamanan masih menjadi problematika di Indonesia. Sistem politik atau kekuasaan (pengaruh negara) masih dikuasai oleh beberapa orang atau kelompok elit, memiliki kekayaan, jaringan atau kekuasaan yang kemudian kita kenal dengan Politik Oligarki. 


Niscaya dalam politik oligarki ini keputusan cenderung menguntungkan kelompok tersebut dibandingkan kepentingan rakyat. Konsentrasi kekuasaan, kepentingan elit, dominasi ekonomi, politik tidak seimbang (pengaruh politik) dan kesenjangan sosial menjadi keadaan faktual saat ini. 


Lebih jauh politik politik oligarki menyebabkan lumpuhnya sistem demokrasi, praktek korupsi yang semakin sistemik, ketimpangan sosial ekonomi berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah.


Semakin suburnya politik oligarki tentu berdampak pada hambatan dan kebuntuan kontrol (pengawasan) masyarakat sipil. 


Semangat reformasi birokrasi yang bergulir sejak tahun 1998 "hancur lebur" akibat peran dan partisipasi aktif publik tidak dapat dilakukan secara "radikal".


REFORMASI BIROKRASI POLRI


Pasca pemisahan antara TNI dan polri melalui mandat TAP MPR tahun 2000, semangat untuk melakukan reformasi pada tubuh Polri di titik beratkan pada tiga aspek yakni aspek struktural, instrumen dan kultural. 


Namun semangat untuk mereformasi tersebut masih menyisakan sesuatu yang "gagap gempita" jauh dari ekspektasi mandat TAP MPR dan harapkan publik. Secara struktural Polri masih berkutat pada urusan internal organisasi sehingga aspek instrumen yang dilahirkan misalnya Perkap dan keputusan lainnya masih sebatas formalitas teori tanpa implementasi. 


Sementara reformasi pada aspek kultural Polri diharapkan sebagai satu entitas keamanan tidak mengedepankan praktik kekerasan dalam pelaksanaan undang-undang nomor 2 tahun 2002 tentang Polri yang menjadi kewenangannya. Reformasi pada aspek kultural ini diharapkan polri mampu beradaptasi terhadap dinamika perkembangan demokrasi yang lebih modern masih menjadi pepesan kosong. 


Mengingat pada praktiknya dalam beberapa kasus Polri masih saja mempertontonkan dan mengedepankan praktik-praktik kekerasan terhadap masyarakat sipil dan cenderung mengakibatkan praktik pelanggaran hak asasi manusia.


Dalam kondisi yang tidak sehat ini tentu seyogyanya reformasi sektor keamanan pada tubuh polri harus segera mendapatkan pencermatan serta harus segera diselamatkan agar tidak menyebabkan praktik-praktik pelanggaran hak asasi manusia yang semakin tidak terkontrol. 


Belum lagi dugaan dan tuduhan ketidak profesionalan polri dalam pemilu beberapa waktu yang lalu. Peristiwa ini merupakan gambaran dominasi politik praktis telah menghegemoni organisasi yang harusnya tidak masuk dalam pusaran tersebut. Tuduhan sebagai "parcok" dalam pemilu tentu mereduksi kewibawaan institusi polri itu sendiri.


Sebagai organisasi dan entitas yang bertanggung jawab pada sektor keamanan saatnya polri melakukan "otokritik" dan ke depan memiliki niat untuk menjadi organisasi modern, demokratis, transparan, akuntabel, profesional dan menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia. 


Ekspektasi tersebut tentu membutuhkan pengawasan, sebab polri memiliki kewenangan yang sangat besar tentu Polri butuh mitra pengawasan baik dari internal maupun dari eksternal dalam hal ini masyarakat sipil.


PEMBATASAN KEWENANGAN POLRI


Upaya memperluas kewenangan Polri diantaranya memiliki kewenangan melakukan patroli cyber tanpa batasan yang jelas berpotensi membatasi kebebasan berpendapat sebagaimana dilindungi konstitusi pasal 28e dan 28f undang-undang dasar 1945. 


Selain itu juga upaya perluasan kewenangan tersebut dapat menciptakan aroma intimidatif terhadap masyarakat dikhawatirkan juga menciptakan terjadinya praktik abuse of power.


Oleh sebab itu Reformasi Polri dapat diharapkan melalui:


1. Mendorong dan mendesak penguatan kewenangan terhadap lembaga pengawas independen seperti Kompolnas dan Komnas HAM untuk melakukan pengawasan dengan tidak melepaskan peran serta masyarakat sipil. 


2. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat sipil pada proses regulasi di tubuh Polri.


3. Mendorong Polri mengedepankan kultur yang humanis dengan tidak mengedepankan praktik-praktik kekerasan yang jauh dari semangat perlindungan hak-hak sipil politik masyarakat. 


4. Melaksanakan peran penegakan hukum yang setara (equality before the law).


Reformasi Birokrasi Oleh: Adi S.H (Anggota PBHI Sumatera Utara)


(Kamidi)

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image

Terkini