SMKSU Geruduk Kemenag Medan: Desak Kepala Madrasah dan Ketua Komite MTsN 2 Medan Dicopot Terkait Dugaan Pungli, Nepotisme, dan Pengelolaan Dana
Medan — Sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Satuan Mahasiswa Kolaborasi Sumatera Utara (SMKSU) menyampaikan aspirasi di Kantor Kemenag Medan terkait adanya dugaan pungutan liar (pungli), praktik nepotisme, serta pengelolaan dana oleh pihak yang disebut sebagai mantan narapidana korupsi di MTsN 2 Medan. Seluruh dugaan tersebut merupakan materi tuntutan dan klaim dari SMKSU, yang mereka sampaikan secara terbuka dalam aksi tersebut.
Aksi mahasiswa ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap sejumlah indikasi yang menurut mereka perlu segera dievaluasi oleh Kemenag Kota Medan.
SMKSU menilai bahwa sejumlah kebijakan di MTsN 2 Medan tidak sejalan dengan aturan pendidikan.
“Kepala Madrasah dan Ketua Komite MTsN 2 Medan diduga tidak mengikuti ketentuan dengan melibatkan seseorang yang disebut pernah terjerat kasus korupsi untuk mengelola dana komite,” ujar Rahman, Ketua SMKSU, dalam orasinya.
Semua pernyataan ini disampaikan dalam konteks tuntutan aksi, bukan pernyataan hukum yang telah terbukti.
Menurut SMKSU, dugaan skema tersebut mencakup beberapa poin, antara lain: • Penarikan dana komite yang disebut oleh mahasiswa sebagai pungutan yang dirasakan memberatkan, sebesar Rp100.000 per bulan,
• Pengelolaan dana yang dalam tuntutan disebut dilakukan oleh pihak yang pernah tersandung kasus hukum,
• Adanya orang tua yang mengaku merasa tertekan saat mempertanyakan iuran tersebut,
• Serta dugaan pelanggaran terhadap PMA No. 16 Tahun 2020 dan Putusan MK 27 Mei 2025 yang menegaskan bahwa pendidikan dasar tidak boleh dipungut biaya wajib.
SMKSU menyatakan bahwa temuan dan pengaduan masyarakat inilah yang mendorong mereka mendesak Kemenag turun tangan.
“Kalau benar ada pungli, kalau benar ada nepotisme, dan kalau benar dana dikelola pihak yang memiliki rekam jejak hukum, maka ini perlu ditindaklanjuti secara serius. Kami mendorong Kemenag untuk mengevaluasi Kepala Madrasah dan Ketua Komite,” tegas Rahman dalam aksi tersebut.
Pernyataan ini sepenuhnya merupakan pendapat dan tuntutan SMKSU, bukan kesimpulan hukum.
Kesaksian Wali Murid
Seorang wali murid yang hadir dalam aksi mengaku bahwa para orang tua diminta memberikan iuran komite Rp100.000 per bulan. Ia menyampaikan bahwa iuran tersebut dirasakan seperti kewajiban, meskipun menurut aturan Kemenag, sumbangan komite seharusnya bersifat sukarela.
Kesaksian ini menjadi salah satu dasar yang mendorong SMKSU melakukan aksi dan meminta klarifikasi dari pihak madrasah.
Desakan SMKSU kepada Kemenag
Menutup aksi, SMKSU menyampaikan beberapa tuntutan, yaitu: • Melakukan evaluasi menyeluruh terhadap MTsN 2 Medan,
• Mencopot pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab jika terbukti melakukan pelanggaran,
• Membuka transparansi pengelolaan dana,
• Memanggil pihak yang dalam tuntutan disebut sebagai mantan narapidana korupsi,
• Serta meminta Aparat Penegak Hukum menindaklanjuti jika ditemukan unsur pidana.
SMKSU menegaskan akan kembali menggelar aksi lanjutan apabila tuntutan mereka tidak direspons.
Sementara itu, pihak MTsN 2 Medan maupun Kemenag Medan masih belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan mahasiswa tersebut hingga berita ini diterbitkan.
Bahri Siregar




