BREAKING NEWS

 


Melampaui Titik Balik: Refleksi Perubahan Diri Menjelang Tahun Baru

 



Oleh: Nursalim, S.Pd., M.Pd.

Ketua Afiliasi Pengajar dan Penulis Bahasa, Sastra, Budaya, Seni, dan Desain

Provinsi Kepulauan Riau (APEBSKID–KEPRI)


Menjelang pergantian tahun, manusia hampir selalu memasuki ruang refleksi yang hening namun sarat makna. Waktu seolah menegaskan bahwa detik demi detik yang berlalu bukan sekadar deretan angka dalam kalender, melainkan jejak perjalanan hidup yang menyimpan peluang, kegagalan, penyesalan, harapan, serta janji-janji yang belum sepenuhnya terwujud. Pada momen inilah resolusi kerap dirumuskan sebagai simbol komitmen personal untuk berubah dan memperbaiki diri.

Namun, realitas menunjukkan ironi yang berulang. Tekad yang disusun dengan penuh optimisme sering kali berhenti pada batas niat. Kebiasaan lama, mentalitas menunda, serta kecenderungan procrastination kembali mengambil alih ruang kesadaran. Fenomena ini bukan sekadar klise tahunan, melainkan memiliki dasar psikologis yang kuat. Perubahan perilaku manusia tidak terjadi secara otomatis hanya karena pergantian kalender. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa resolusi tahun baru kerap gagal karena ekspektasi yang terlalu tinggi serta lemahnya perencanaan yang realistis dalam mencapai tujuan yang ditetapkan (Verywell Mind, 2025:1).

Dalam kehidupan sehari-hari, batin manusia sering berbisik, “Nanti saja, masih ada waktu.” Padahal, waktu terus bergerak tanpa menunggu kesiapan kita. Di sinilah manusia kerap terjebak dalam pola hidup yang stagnan. Kajian perilaku menegaskan bahwa tindakan manusia terbentuk melalui proses pembiasaan yang berulang, bukan oleh keputusan impulsif yang bersifat sesaat (Thaifur, 2024:15). Dengan demikian, perubahan sejati tidak lahir dari tekad besar pada satu malam pergantian tahun, melainkan dari disiplin kecil yang dijalankan secara konsisten dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam konteks kebiasaan menunda, para peneliti sepakat bahwa procrastination bukan semata-mata kelemahan karakter individual. Ia merupakan fenomena psikologis yang kompleks, melibatkan lemahnya regulasi diri, tekanan sosial, serta rendahnya kesadaran individu terhadap konsekuensi jangka panjang dari sebuah penundaan (Musteață & Holman, 2025:42). Fenomena ini tidak hanya relevan dalam ranah akademik dan profesional, tetapi juga menyentuh dimensi spiritual dan moral kehidupan manusia. Ketika seseorang menunda kewajiban ibadah atau menangguhkan taubat, sejatinya ia sedang berada dalam konflik batin antara dorongan instan dan komitmen jangka panjang terhadap nilai-nilai hidup yang diyakininya.

Penelitian mutakhir juga menegaskan bahwa motivasi intrinsik memiliki peran sentral dalam mengatasi kecenderungan menunda. Kesadaran diri (self-awareness) terbukti berkontribusi signifikan dalam menurunkan perilaku procrastination, karena individu mampu mengaitkan tindakan hari ini dengan tujuan hidup yang lebih besar dan bermakna (Hunawa, Djafar, & Niode, 2025:88). Temuan ini mengingatkan bahwa perubahan diri bukanlah peristiwa sesaat, melainkan sebuah proses panjang yang menuntut kecerdasan emosional, konsistensi nilai, serta keteguhan hati.

Dalam perspektif Islam, setiap detik waktu adalah amanah dari Allah SWT. Tidak seorang pun mengetahui apakah ia masih diberi kesempatan untuk menyongsong tahun berikutnya. Ungkapan bahwa tidak ada jaminan kalender baru akan sempat kita buka esok hari bukan sekadar retorika, melainkan peringatan eksistensial tentang kefanaan hidup. Oleh karena itu, muhasabah menjadi kebutuhan mendasar, bukan sekadar menghitung statistik keberhasilan resolusi, melainkan menata kesadaran batin tentang arah dan tujuan hidup. Pertanyaan paling esensial bukanlah seberapa banyak target duniawi yang tercapai, melainkan apa yang sungguh-sungguh kita persiapkan untuk dibawa menghadap Sang Pencipta.

Dalam perkembangan ilmu perilaku, self-regulation theory menegaskan bahwa tindakan manusia sangat dipengaruhi oleh kemampuan sadar dalam mengelola emosi, motivasi, dan perilaku demi mencapai tujuan yang bernilai (Loeffler et al., 2024:27). Ketika regulasi diri diperkuat melalui rutinitas positif—seperti disiplin beribadah, introspeksi harian, atau kebiasaan menulis refleksi—dampaknya menjalar ke berbagai aspek kehidupan, mulai dari ketepatan waktu, kualitas relasi sosial, hingga kesehatan spiritual.

Dalam konteks budaya Melayu di Kepulauan Riau, perubahan diri dipahami sebagai perjalanan sepanjang hayat yang berakar pada nilai adat, spiritualitas, dan tanggung jawab sosial. Perubahan tidak berdiri sendiri sebagai proyek individual, melainkan tumbuh dari integrasi antara motivasi intrinsik, pengaturan diri, serta komitmen terhadap komunitas. Oleh sebab itu, resolusi tidak cukup dipahami sebagai slogan tahunan, melainkan sebagai keterlibatan penuh dengan diri sendiri—sebuah proses sadar untuk terus bertumbuh dan meluruskan arah hidup.

Pada akhirnya, keberanian terbesar bukanlah menyusun resolusi yang megah untuk masa depan, melainkan memulai perubahan kecil hari ini, saat ini juga. Sejumlah kajian menegaskan bahwa transformasi sejati lahir dari tindakan sederhana yang dilakukan secara konsisten dan bermakna, bukan dari tekad besar yang menyala sesaat lalu padam (Verywell Mind, 2025:3).

Semoga Allah SWT memudahkan kita semua untuk menjadi pribadi yang lebih baik—hari ini, esok, dan sepanjang waktu yang masih dianugerahkan kepada kita.


Daftar Pustaka

Agil, A. (2000). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Hunawa, R., Djafar, F., & Niode, S. (2025). Self-awareness and intrinsic motivation in reducing procrastination behavior. Journal of Educational Psychology, 18(2), 75–95.

Loeffler, S., Hagger, M. S., & Chatzisarantis, N. (2024). Self-regulation theory and behavior change: A contemporary review. Behavioral Science Review, 12(1), 15–35.

Musteață, S., & Holman, A. (2025). Procrastination as a multidimensional psychological construct. International Journal of Behavioral Studies, 21(1), 35–52.

Thaifur, B. R. (2024). Psikologi Kebiasaan dan Pembentukan Perilaku. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Verywell Mind. (2025). Why New Year’s resolutions fail: Psychological perspectives. Verywell Mind Psychology Series, 1–5.

Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image

Terkini