Proyek Retaining Wall Diduga Tak Maksimal, GASI Minta Audit dan Evaluasi PUPR Sampang
Sampang, Pembangunan proyek retaining wall (dinding penahan tanah) di ruas jalan Rapalaok–Karang Penang, Kabupaten Sampang, dengan anggaran hampir Rp 1 miliar, kini menjadi perhatian publik.
Pantauan tim media bersama Gabungan Aktivis Sosial Indonesia (GASI) menemukan sejumlah kondisi di lapangan yang dinilai tidak maksimal dan menimbulkan dugaan ketidaksesuaian terhadap spesifikasi teknis.
Sejumlah retakan terlihat pada beberapa titik permukaan beton atas (top slab). Selain itu, pipa saluran air rembesan (weep hole) disebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya karena ada bagian yang tertutup adukan semen.
“Kami melihat langsung di lapangan, permukaan betonnya sudah retak. Drainase atau pipa rembesan air tertutup sebagian, padahal itu penting untuk mengurangi tekanan air tanah di balik dinding. Kalau dibiarkan, bisa terjadi longsor. Ini perlu dievaluasi,” ujar Sahi Fernando dari GASI, Jumat (18/10/2025).
Secara visual, struktur dinding berbahan pasangan batu dan beton tampak memiliki kualitas pengerjaan yang dipertanyakan. Permukaan beton terlihat kasar, sambungan pengecoran tidak rata, dan terdapat indikasi cold joint antarsegmen pengecoran.
Tim juga tidak menemukan adanya expansion joint (sambungan dilatasi) yang umumnya dibutuhkan pada pekerjaan retaining wall untuk menyesuaikan tekanan tanah dan perubahan suhu.
“Kalau proyek dengan nilai hampir satu miliar hasilnya seperti ini, publik wajar mempertanyakan fungsi pengawasan dari Dinas PUPR Sampang. Pekerjaan retaining wall itu teknis, membutuhkan perhitungan struktur, drainase, dan mutu beton minimal K-175,” tambah Sahi.
Proyek ini tercatat di LPSE dengan nama “Pekerjaan Retaining Wall Ruas Jalan Rapalaok–Karang Penang.” Berdasarkan data yang dihimpun, pagu anggaran sebesar Rp 1.000.272.000,00 dengan HPS Rp 994.499.926,47, dan nilai kontrak Rp 990.328.904,23.
Pekerjaan tersebut dimenangkan oleh CV Dua Utama Sejahtera yang beralamat di Jl. Kramat 1, Kelurahan Karang Dalam, Kabupaten Sampang. Penawaran disebut hanya turun 0,4 persen dari HPS.
“Harga penawarannya hanya terpaut sekitar Rp 4 juta dari HPS. Jika kualitas pengerjaannya dipertanyakan, tentu publik berharap ada transparansi dalam proses pengadaan dan pengawasan,” kata Sahi.
Berdasarkan penelusuran lapangan, beberapa temuan yang disorot aktivis dan media antara lain:
1. Retak pada permukaan beton atas.
2. Fungsi weep hole tidak optimal karena sebagian tertutup.
3. Tidak terlihat adanya expansion joint.
4. Kualitas adukan semen dinilai kasar dan tidak homogen.
5. Finishing beton tidak rata dan tampak cold joint.
6. Tidak tampak indikasi curing (perawatan beton) setelah pengecoran.
Menurut GASI, kondisi tersebut menunjukkan perlunya evaluasi konstruksi dan peningkatan pengawasan dari pihak terkait.
Menanggapi hal ini, GASI menyatakan akan menyusun laporan kepada aparat penegak hukum (APH) untuk meminta peninjauan teknis terhadap proyek tersebut.
“Kami akan buat laporan resmi agar ada pemeriksaan. Nilai proyeknya tinggi, dan masyarakat berhak mendapatkan hasil pekerjaan yang berkualitas,” ungkap Sahi.
GASI juga mendorong BPK dan Inspektorat Kabupaten Sampang untuk segera melakukan audit teknis dan anggaran.
Hingga berita ini diterbitkan, pihak dinas belum memberikan tanggapan resmi terkait temuan lapangan.
“Kami berharap Bupati Sampang dan Dinas PUPR menindaklanjuti fakta di lapangan. Drainase tidak berfungsi dan beton retak perlu segera dicek sebelum terjadi kerusakan lebih besar,” tutupnya.
Kasus ini kembali mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap proyek infrastruktur daerah agar anggaran publik berjalan sesuai manfaatnya.
Tim





